Inforohil.com, Ujung Tanjung – Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir (Rohil) dinilai mengangkangi perintah undang-undang Perlindungan anak dalam memutuskan perkara pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Dimana, PN Rohil hanya memutus terdakwa JS (19) yang merupakan pelaku pencabulan terhadap NSS (16) hanya di vonis 1 tahun penjara. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Rohil menuntut terdakwa dengan penjara 9 tahun serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dimana, terdakwa JS terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (2) peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak yang ditetapkan menjadi UU Nomor 17 tahun 2016.
Namun sangat disayangkan, dari pantauan SIPP Pengadilan Negeri Rokan Hilir hanya memutuskan perkara tersebut dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 500 juta dengan subsider kurungan (1 bulan). Dimana sidang putusan terhadap terdakwa tersebut diputuskan oleh majelis hakim Erif Erlangga.
Padahal, dalam undang-undang Perlindungan anak jelas telah menyebutkan bahwa, pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak minimal pidana 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Mendapati informasi tersebut, media ini mencoba mengkonfirmasi Kajari Rohil Yuliarni Appy SH MH melalui Kasi Pidum Kejari Rohil Dicky Saputra SH, Rabu (25/5/2022) sore.
“Kita akan melakukan upaya banding karena kita menganggap putusan yang diberikan tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat, dimana seharusnya negara hadir untuk melindungi anak korban,” kata Dicky dengan singkat.
Dari data yang didapat, perkara tersebut bermula pada November 2020 sekira pukul 17.00 wib terdakwa menjemput anak korban yang ketika itu berada di rumahnya dengan tujuan untuk jalan-jalan.
Kemudian dengan menggunakan sepeda motor, terdakwa membawa korban pergi jalan-jalan untuk mencari makan. Setelah terdakwa dan korban selesai makan, kemudian terdakwa membawa korban ke kebun sawit milik warga.
Sesampainya di kebun sawit milik warga, terdakwa kemudian memeluk dan mencium korban serta mengajak untuk melakukan hubungan badan. Akan tetapi korban menolak karena takut hamil namun terdakwa terus mengajak korban dengan berbagai bujukan dan rayuan hingga persetubuhan terjadi dan terjadi berulang kali dengan tempat yang berbeda. (Syawal)