Satu diantaranya Ketum Himalaya, Nanda Pratama Prayugo usai kegiatan diskusi publik tentang pelaksanaan Pilkada ditengah pandemi covid-19 tahun 2021 lalu di Suzuya. (Dok. Pribadi) |
Penulis: Nanda Pratama Prayugo, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Balai Jaya (Himalaya)
SEBUAH fenomena yang sebenarnya bukan hal baru lagi di telinga kita, yaitu perpecahan (dualisme) kepengurusan dalam sebuah organisasi, belakangan ini saat kita benar-benar dalam hipnotisasi demokrasi, budaya dualisme organisasi begitu mudah kita temukan.
Belakangan ini ramai sekali dibicarakan baik di media massa atau pun dalam diskusi-diskusi baik lokal ataupun nasional tentang dualisme kepemimpinan atau kepengurusan, isu dualisme ini tidak hanya menerpa partai politik tetapi sudah mulai melebar kepada organisasi-organisasi, baik organisasi kemasyarakatan, kepemudaan ataupun organisasi mahasiswa, dan bahkan isu dualisme (pecah kongsi) ini sudah menjadi trend dalam masa sekarang ini.
“Disini kami akan membahas secara khusus kepada organisasi kemahasiwaan atau lebih di kenal dengan nama Himpunan Pelajar Mahasiswa Rokan Hilir – Pekanbaru (HIPEMAROHI).
Perlu diketahui bahwa HIPEMAROHI-Pekanbaru pada masa sekarang ini terpecah menjadi dua, yang pertama adalah kubu Khoirun Azwandi dan yang kedua adalah Kubu Syaiful Anwar. Akibat adanya dualisme kepengurusan ini kedua organisasi Mahasiswa ini sama- sama mengklaim sebagai pengurus HIPEMAROHI-Pekanbaru, dan keduanya pun terus menyusun personalia hingga ke organisasi paguyuban mahasiswa kecamatan di kabupaten Rokan Hilir.
“Organisasi kemahasiswaan ini kita ketahui bersama bahwa saat ini sedikit banyaknya sudah terkontaminasi dengan nuansa politik baik di tingkat nasional ataupun daerah.
Dalam tulisan ini kami tidak akan mengkaji dari aspek politik namun kami akan membedahnya dari aspek tinjauan hukum De Facto dan De Jure. Karena aspek hukum lebih mengedepankan legitimasi yang sah. Dalam tulisan ini pula kami akan mengkaji secara studi politik hukum, karena studi politik hukum sebenarnya juga merupakan ranah studi ketatanegaraan, karena antara politik dan hukum tata negara tidak dapat di pisahkan. Kalau kami boleh mengibaratkan, politik itu dagingnya sedangkan hukum tata Negara adalah tulang nya (kerangkanya).
Permasalahan yang timbul adalah mengapa organisasi ini bisa terpecah dan mengakibatkan dualisme? Siapakah yang mempunyai legitimasi? Yang pasti ada permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam tubuh organisasi tersebut. Pertanyaaan nya apakah cara-cara yang di lakukan ber etika dan konstitusional atau tidak?
“Dalam pembahasan di bawah kami akan uraikan jawabannya.
HIPEMAROHI sekarang ini telah tumbuh menjadi organisasi kemahasiswaan yang mandiri dan pro aktif dalam pembangunan nasional dan daerah, dan mempunyai sumbangsih yang besar membangun mental dan spiritual mahasiswa Indonesia terkhususnya mahasiswa dan pemuda Kabupaten Rokan Hilir.
Namun sangat di sayangkan di tengah-tengah kedewasaannya wadah mahasiswa ini di guncang dualisme kepengurusan, dan konflik pun merambat hingga ke dareah-daerah (kecamatan).
Tidak bisa di pungkiri HIPEMAROHI-Pekanbaru menjadi medan magnet bagi “perkelahian” untuk memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di bidang organisasi kemahasiswaan bahkan politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemahasiswaan, Kemasyarakatan, Pemuda yang berhubungan didalamnya.
Karena itu HIPEMAROHI lebih memperlihatkan watak sebagai organisasi kemahasiswaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan mengakui HIPEMAROHI sebagai salah satu organisasi kemahasiswan yang sah dan diakui.
Penyebab Dualisme
Berikut akan kami uraikan penyebab terjadinya dualisme kepengurusan didalam legalitas HIPEMAROHI Pekanbaru antara Khoirun Azwandi dengan Syaiful Anwar, masing-masing kubu ini mengaku kepengurusan yang sah dan mempunyai dasar bukti bahkan dasar hukum. Adapun kubu dari kubu Khoirun Azwandi adalah mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Bupati Rokan Hilir Nomor 646 Tahun 2020.
Perihal Keabsahan HIPEMAROHI Pekanbaru Bupati Rokan Hilir dalam hal ini di wakili oleh Asisten I Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir Drs. Ferry H Paria menyatakan serta menghimbau. “Kepengurusan Hipemarohi yang di Lantik hari ini pertanggal 23 Januari 2020 telah memenuhi syarat sah sesuai AD/ART organisasi merujuk pada SK Bupati Rokan Hilir.
Untuk itu patut kita akui bersama.” Ulas Ferry (bersumber : Web Rokan Hilir). dinyatakan, Pengurus HIPEMAROHI Pekanbaru itu adalah Khoirun Azwandi (Presiden Mahasiswa HIPEMAROHI Pekanbaru) dan Teguh Rianda ( Wakil Presiden Mahasiswa HIPEMAROHI Pekanbaru).
Sedangkan HIPEMAROHI Pekanbaru yang di ketuai oleh Syaiful Anwar saat di konfirmasi via WhatsApp mengatakan “Saya berfikir kita tidak sedang terjadi dualisme, Hanya ada oknum yang mengaku sebagai presiden HIPEMAROHI dan membuat catatan dan sejarah buruk di sepanjang sejarah HIPEMAROHI. Perihal SK itu kepentingan, Fitrahnya organisasi juga harus dikedepankan. Jaga Marwah Organisasi” Ulas Syaiful Anwar Via Wa Senin, 17 Mei 2021.
Sebagai Negara hukum ukuran yang sah dan legitimate adalah putusan hukum, surat keputusan Bupati sebagai subjek TUN selama belum ada putusan yang baru maka Keputusan yang lama masih berlaku, begitupun sebaliknya ketika sudah ada keputusan yang baru maka surat keputusan yang lama sudah dianggap tidak berlaku (Lex posteriori derograt legi priori).
“HIPEMAROHI itu wadah berhimpun Mahasiswa dan Pelajar. Itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pelaksanaannya sesuai dengan AD dan ART organisasi. Ada permusyawaratan dan komitmen yang harus dipegang. Yang acuannya adalah AD dan ART.
Pernyataan ini sangatlah rasional bila kita mengacu kepada UU No 17 th 2013 tentang ke ORMASAN, Bab XV tentang penyelesaian sengketa organisasi pasal 57 ayat 1 berbunyi “Dalam hal terjadi sengketa internal organisasi, organisasi berwenang menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang di atur dalam AD dan ART” dan di lanjutkan dengan ayat 2 nya ”apabila penyelesaian sengketa sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa”.
Dalam pasal ini jelas sekali bahwa AD dan ART adalah konstitusi tertinggi dari organisasi, maka bagi siapa saja yang melanggar konstitusi organisasi harus dengan ikhlas sadar di berikan sanksi sesuai dengan kadar kesalahannya. Dan peran pemerintah disini adalah hanya sebagai fasilitator dalam hal apabila penyelesaian sengketa tidak tercapai.
Fenomena lain dari perpecahan atau dualisme ini adalah kebingungan pengurus atau kader di daerah dalam menyikapi dan memastikan, yang manakah dari kepengurusan ganda itu yang paling shahih atau sah dari tinjauan hukum.
Jawaban dari pertanyaan diatas tadi sudah bisa kita simpulkan dari uraian singkat ini, bahwa kepengurusan HIPEMAROHI Pekanbaru yang di Ketuai KHOIRUN AZWANDI lah kepengurusan yang sah ditinjau dari aspek hukum (De Jure dan De Facto) ataupun secara studi politik hukum, dan cara ini dilakukan secara ber etika dan konstitusional.
Terkait dengan permasalahan yang ada, saya Nanda Pratama Prayugo selaku PJ Ketua Umum Mahasiswa Balai Jaya meminta kedua belah pihak terutama pihak kubu Azwandi yang telah mengantongi Surat Keputusan (SK) Bupati Rokan Hilir Nomor 646 Tahun 2020 untuk melakukan konsolidasi (internal para pengurus yang berselisih) untuk mencapai mufakat.
Ajak pihak pengurus lainnya (kubu Syaiful Anwar) melakukan pertemuan dari hati ke hati demi kepentingan organisasi dan untuk kesejahteraan anggota. Jika dipandang perlu (seandainya masing sangat alot), libatkan orang tertentu yang arif dan bijak serta dipastikan netral untuk menjadi penengah (mediator atau fasilitator). Tentukan aturan main yang jelas dan tegas sampai pada penyelesaian (dualisme) secara tuntas.
Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, pada bagian akhir saya ingin menyarankan dan mengajak untuk mencamkan beberapa hal, bahwa:
Untuk menghindari kasus yang sama pada masa-masa yang akan datang, pengaturan mengenai pergantian kepengurusan Hipemarohi Pekanbaru (rule of the game), sebaiknya diatur secara jelas, tegas dan detail sampai tuntas dalam AD/ART;
Dalam kasus ini, upayakan penyelesaian dualisme kepemimpinan tersebut bisa diselesaikan pada internal HIPEMAROHI Pekanbaru (dengan melakukan konsolidasi);
Waspadalah bahwa terjadinya perselisihan, kemungkinan adalah campur tangan pihak tertentu yang mungkin memanfaatkan momentum untuk mengadu-domba pihak lawannya, demi kepentingan pencitraan dan popularitas pengurus HIPEMAROHI Pekanbaru.
“Sebagai upaya refleksi perbaikan, mari kita kembali pada tujuan dasar sebuah organisasi didirikan di negeri kita ini, Jika budaya organisasi di negeri kita begini-begini terus, itu artinya diksi-diksi persatuan, merajut, membangun, merawat dan semacamnya itu omong kosong belaka dinaikkan sebagai tema-tema diskusi, dialog, dan rapat besar sebuah organisasi.
Artinya merawat persaudaraan sangat penting dalam sebuah organisasi, dan jika tidak ingin membudayakan dualisme ini, lebih baik dan dari pada terjadinya budaya dualism ini, lebih baik membentuk sebuah organisasi baru dengan tujuan-tujuan yang baik pula.
Singkatnya begini, apalah yang didapat dari gaduh. Yang menang jadi wabah, yang kalah jadi sampah.
Catatan redaksi: Tulisan ini merupakan opini, dan apabila terdapat kekeliruan yang tidak sesuai, kami pihak media inforohil.com menerima tulisan sanggah berupa opini pihak terkait melalui Email yang tertera di Box Redaksi.