Lokasi yang diduga kuat lahan Konservasi di PTPN III Sei Meranti, Afdeling VII. |
Inforohil.com, Labusel – Diduga kuat PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III sengaja tanami sawit di lahan hutan konservasi. Benarkah perusahaan plat merah itu kangkangi UU RI Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air.?
Dari penelusuran tim media beberapa waktu lalu tepatnya pada Senin (20/5/2019), salah satu kebun PTPN III tersebut adalah Kebun Sei Meranti yang berlokasi di dua wilayah Kabupaten yakni Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) Provinsi Sumatera Utara.
Bahkan, perusahan BUMN itu seolah tidak takut telah kangkangi UU tersebut, sebab salah satunya persis berada di pinggir jalan lintas Bagan Batu menuju Mahato, persisnya di Afdeling VII yang bersebelahan langsung dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Sumatera Riang Lestari yang berada di kabupaten Labusel.
Anehnya, di areal kebun HTI persis disebelah areal hutan Konservasi yang ditanami sawit oleh PTPN III Sei Meranti, hutan Konservasi tetap terpelihara dengan baik.
Akibat ditanami sawit, lahan konservasi di PTPN III Sei Meranti itu, pohon sawit terendam air berbulan-bulan, bahkan diduga sepanjang masa tetap tergenang air. Pohon sawit yang seharusnya tumbuh subur, terlihat seperti kekurangan unsur hara dan bahkan daun serta pelepah sawit tampak menguning. Tentu saja, perusahaan yang menopang APBN itu terindikasi alami kerugian yang tidak sedikit.
Kembali pada pertanyaan, benarkah perusahaan Plat Merah itu melanggar aturan Lingkungan Hidup dan Kehutanan UU RI Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air.
Dimana pada pasal 7 ayat (2) dalam UU tersebut menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah, Pemerintah Daerah, pemegang hak atas tanah, pemegang kuasa atas tanah, pemegang izin, dan/atau pengguna Lahan wajib mengikuti prinsip konservasi dan menghormati hak yang dimiliki Setiap Orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari perundangan tersebut, sanksi terhadap Korporasi atau perusahaan berbadan hukum, selain sanksi administratif dan denda Miliaran Rupiah, izin perusahan bisa dicabut.
Tentu saja hal itu sangat bertolak belakang dengan Sertifikat RSPO yang sudah diterima PTPN III pada 2010 lalu. Kenyataan di lapangan, sangat bertentangan dengan sertifikat RSPO tersebut.
Dimana, ekosistem pada Hutan Konservasi itu akan semakin punah dan resapan air menjadi tidak seimbang. Bahkan di lokasi lain PTPN III itu ada sumber air panas yang sebelum dilakukan replanting, lokasi itu masih hutan dan sekarang tumbuh subur pohon sawit di lokasi tersebut. Dan sumber air panas itu pun terungkap sejak dilakukan penanaman sawit sekitar tahun 2007an.
Pihak Menejemen PTPN III Sei Meranti yang hendak dikonfirmasi melalui Asisten Personalia Kebun (APK), Rahmad, terkesan acuh tak acuh. Bahkan, pada saat awak media menemui yang bersangkutan pada Rabu (22/5) lalu, APK malah sibuk menghubungi seseorang dan meminta agar salah satu mandor satu di Afdeling VII untuk hadir ke ruangannya untuk menjelaskan kepada awak media.
Namun setelah itu, APK tersebut malah sibuk menelpon diduga temannya yang tidak ada hubungannya dengan yang akan dikonfirmasi awak media. Hingga akhirnya, awak media beranjak keluar dari ruangan APK tersebut.
Tim media kemudian berusaha meminta keterangan menejer perkebunan PTPN III Sei Meranti, E Pirgok Manurung terkait dugaan tersebut diatas. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan. (tim/iloeng)