Iloeng Sitorus (dok pri) |
Oleh: iloeng Sitorus
(Bukan ahlinya ahli, apalagi intinya inti, sekedar seorang wartawan biasa yang masih perlu belajar)
BEBERAPA hari terakhir ini, kita disibukan dengan pemberitaan korupsi di kementerian Agama yang melibatkan ketua umum Partai berlambang Ka’bah, Romahurmuzy alias Romy.
Opini dari kalangan intelektual dan para politisi seantero negeri pun terus bermunculan. Bahkan ajang diskusi yang diselenggarakan salah satu media Televisi, Indonesia Lawyer Club (ILC) pun tak ketinggalan membahas hal tersebut.
Bagaimana tidak, lembaga yang seharusnya menjadi contoh untuk tidak melanggar ketentuan perundang undangan yang berlaku, malah sebaliknya.
Tidak sedikit pula yang saling salah mensalahkan, misalnya menyalahkan kubu 01 (Capres petahana). Memang secara awam, keterlibatan ketua umum partai PPP, Romahurmuzy alias Romy itu bertindak sebagai salah satu tim pemenangan 01 tingkat nasional.
Saya pribadi malah tidak memandang ke arah situ. Karena sistem yang ada menjadikan celah untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan dalih uang terimakasih atas suatu jabatan. Hal itu dimulai dari beberapa contoh yang dimulai sejak usia dini. Dan kita membiarkannya tetap tumbuh?
Beberapa hal itu menurut versi saya adalah sebagai berikut;
1. Dunia pendidikan
Saya mulai dari sini, sebab hal itu pernah saya ulas pada tahun 2012 (baca disini) lalu yang saya dengar sendiri apa yang disampaikan keponakamln saya waktu pulang dari sekolah dan menyampaikan kepada ibunya bahwa besok pada saat bagi Raport, keponakan saya yang baru duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar Negeri itu mengatakan untuk membawa uang terimakasih.
Bagaimana tidak, tindakan hal seperti itu dianggap wajar dan bukan merupakan hal yang melanggar tindakan pidana, namun demikian sejak usia dini sudah dicekoki hal yang demikian. Lantas, mengapa kita terlalu menyalahkan salah satu pihak jika kasus suap untuk beli jabatan itu terjadi.
2. Politik Uang atau Politik Transaksional saat Pemilu dan Pilcaleg.
Pada kategori ini, para pemilih yang sudah dewasa dan mempunyai pola pikir, tambah menyuburkan pola pikir yang menjurus tindak pidana korupsi.
Seperti halnya menerima serangan fajar sebelum hari pemilihan. Tanpa kita sadar, sistem yang sudah bobrok ini kerap kita bangun dan rawat setiap ajang pesta demokrasi itu berlangsung. Bahkan sampai banyak yang Golput jika tanpa serangan fajar dari kandidat Caleg dan lain sebagainya.
Sebagaimana dikutip dari laman wikipedia, ‘Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang,’ tulis Wikipedia dilamannya.
3. Presiden yang tidak konsisten akan janji bagi-bagi kursi menteri.
Pada poin ini, saya rasa saya akan dibully habis-habisan. Tapi Mudah-mudahan tidak jika ulasan ini wajib dibaca terlebih dahulu.
Seperti yang diungkapkan Fadli Zon pada saat ILC yang membahsa OTT Romy tadi malam, bahwa presiden yang sebelum dan sesudah Pilpres 2014 lalu, yang saya sendiri masih terngiang bahwa kubu presiden terpilih pada saat itu mengatakan Koalisi tanpa syarat yang mana kerap digaungkan bahwa tidak akan bagi2 kursi menteri kepada partai pendukung dan akan menempatkan para profesional.
Dan hal itu ternyata tidak terjadi, tentu saja sistem yang membuka peluang terhadap transaksional jabatan seperti itu semakin tumbuh subur.
Caption berita terkait Jokowi janji tidak akan bagi-bagi kursi kabinet pada Pilpres 2014 lalu. |
Baca disini, (Jokowi Janji Bangun Kabinet Kerja, Bukan Bagi-bagi Kursi), (Jika Jadi Presiden Jokowi Tak Ada Bagi-bagi Kursi), (Jokowi: Bagi-bagi Kurdi dan Menteri Itu Tidak Baik).
Tentu saja, seorang menteri yang merupakan kader partai tidak akan berkutik dengan intervensi ataupun permintaan pimpinan tertinggi partai. Misalnya ya seperti jual beli jabatan dibawah kementerian itu sendiri. Jadi, tak perlu kita saling salah menyalahkan.
Caranya ya dumulai dari dunia pendidikan agar tidak lagi berdalih uang terimakasih yang dilakukan setiap pembagian Raport, baik semester ganjil ataupun semester genap.
Dan pada Pemilu 2019 yang tidak sampai 30 hari lagi akan dilaksanakan, mari kita rubah untuk tidak bertansaksional dalam memilih kandidat baik Caleg ataupun Capres. Caranya, ya jangan diterima tawaran uang atau Sembako yang diberikan, lebih bagus dilaporkan.
Dan jangan terlalu percaya dengan janji politik oleh kandidat, baik kepala daerah maupun kandidat Presiden. Dan gunakan hak pilih mu, jangan karena tidak menggunakan hak pilih, yang tidak layak menjabat jabatan politik malah mendapatkannya karena kita tidak ikut serta nemilih.
Salam pemilu damai dan Salam akal sehat.
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar dan Share Artikel Ini. Tks